Liputan6.com, Jakarta - Dewan Pimpinan Pusat (DPP) Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) memanggil putra sulung Presiden Joko Widodo (Jokowi) yang juga merupakan Wali Kota Solo Gibran Rakabuming Raka pada Senin 22 Mei 2023.
Pemanggilan tersebut diduga terkait dengan deklarasi yang dilakukan relawan Jokowi-Gibran yang mendukung Ketua Umum Partai Gerindra Prabowo Subianto sebagai calon presiden (capres) di Angkringan Omah Semar pada Jumat 19 Mei 2023.
Baca Juga
Gibran mendatangi kantor DPP PDIP di Jakarta Pusat, dan bertemu dengan Sekretaris Jenderal (Sekjen) PDIP Hasto Kristiyanto. Usai pertemuan tersebut, Hasto menyatakan tak memberi sanksi kepada Gibran, hanya nasihat dan mengingatkan agar Wali Kota Solo tersebut hati-hati terhadap adanya manuver politik atau dansa-dansa politik yang menyesatkan.
Advertisement
Hasto menyampaikan bahwa Gibran sudah meminta maaf dan memberikan klarifikasi terhadap berbagai framing dan pemberitaan di berbagai media. PDIP, kata Hasto, lebih mengedepankan gotong royong dan musyawah, oleh karenanya Gibran hanya diberikan nasihat saja.
Analis Politik Sekaligus CEO & Founder Voxpol Center Research and Consulting, Pangi Syarwi Chaniago menilai keputusan PDIP yang tidak menjatuhkan sanksi terhadap Wali Kota Solo Gibran Rakabuming Raka, merupakan keputusan yang kurang tepat dan seperti mendapatkan perlakuan istimewa.
"Menurut saya, harusnya tetap ada sanksi administrasi seperti Ganjar yang mendapatkan sanksi administrasi pada waktu itu. Saya tidak tahu apa yang menjadi penyebab Gibran tidak diberikan sanksi, mungkin mendapatkan perlakuan istimewa atau karena anak Presiden, saya tidak tahu," kata Pangi kepada Liputan6.com, Selasa (23/5/2023).
Mestinya, kata Pangi, PDIP harus memberikan sanksi yang adil kepada Gibran maupun kader lainnya jika terbukti melanggar. Ia juga mengingatkan bahwa kesetaraan dalam politik itu penting guna dapat menyelamatkan wibawa partai.
"Perlakukan Equal atau kesetaraan dalam politik itu penting, Sehingga partai juga punya harga diri, punya harkat dan punya martabat. Jadi penegakan hukum di partai adalah bagian untuk menyelamatkan partai," ucapnya.
Disamping itu, Pangi melihat bahwa pemberian nasihat PDIP terhadap Gibran juga memiliki banyak arti, salah satunya terkait sindiran PDIP terhadap Presiden Jokowi soal manuver politiknya.
"Bisa dimaknai seperti (sindiran) itu, bahwa Jokowi juga harus berhati-hati untuk bermanuver. Jangan sampai terkesan bahwa tidak patuh, tidak loyal dengan partai," pungkasnya.
Senada, Peneliti Senior Populi Center, Usep S Ahyar menilai, pemberian nasihat soal manuver politik PDIP ke Gibran merupakan bentuk sentilan atau sindiran politik terhadap Jokowi. Bahkan, Usep menyebut sindiran tersebut juga bisa jadi ditunjukan terhadap semua kader PDIP.
"Iya menyentil banyak orang, menyentil kader PDIP termasuk juga pak Jokowi soal manuver dan endorsment-nya," kata Usep kepada Liputan6.com, Selasa (23/5/2023).
Usep berpandangan, manuver atau endorsment Presiden Jokowi selama ini sangat berpengaruh terhadap elektoral seseorang. Sehingga, hal ini dapat dimaknai juga sebagai bentuk kekhawatiran PDIP terhadap Jokowi soal manuver-manuvernya.
"PDIP pastinya selama ini bisa membaca terkait potensi manuver atau endorsment Pak Jokowi, khususnya ke Prabowo. dan PDIP berpikir jangan sampai endorsment Jokowi tersebut diambil banyak oleh Prabowo," ucapnya.
Selain itu, Usep menilai pemanggilan Gibran oleh DPP PDIP tersebut juga menyangkut soal konsolidasi politik guna memastikan kader-kadernya tegak lurus dengan keputusan partai.
"Saya kira pemanggilan Gibran itu juga bentuk konsolidasi politik agar memastikan kader-kadernya tidak berbelok ke calon lain, dalam hal ini agar tetap satu suara mendukung Ganjar sebagai Capres PDIP," pungkasnya.
Adapun, Direktur Eksekutif Institute for Democracy and Strategic Affairs (IndoStrategic), Ahmad Khoirul Umam menilai pemanggilan Gibran oleh DPP PDIP kemarin, merupakan peringatan politik terhadap Gibran yang dinilai sudah di luar komando partai.
"Pemanggilan Gibran merupakan political warning atau peringatan politik secara terbuka dari PDIP terhadap Gibran, yang dianggap telah bergerak di luar garis komando kepartaian di PDIP," kata Umam kepada Liputan6.com, Selasa (23/4/2023).
Menurut Umam, Pemanggilan Gibran merupakan hal wajar, sebagai reaksi cepat PDIP untuk menertibkan manuver para kadernya yang dianggap off side atau melampaui batas kebijakan partai. Apalagi sudah menghadirkan relawan dalam pertemuannya dengan Prabowo.
"Mengingat sangat sensitifnya manuver relawan itu, maka dukungan politik relawan Gibran-Jokowi di Jawa Tengah dan Jawa Timur untuk men-support Prabowo, besar kemungkinan atas sepengetahuan Gibran itu sendiri. Bahkan, membuka kemungkinan pula manuver Gibran telah dikonsultasikan dan atas restu politik Jokowi," lanjutnya.
Selanjutnya, Umam melihat telah terjadi pembelahan jaringan relawan Jokowi. Di satu sisi mendukung Ganjar, tapi di sisi lain menghendaki pencapresan Prabowo.
"Di satu sisi ingin mendukung Ganjar, namun saat ini Ganjar betul-betul di bawah kontrol PDIP yang tidak bisa langsung ia kendalikan. Di sisi lain, arus besar partai-partai politik di sekitar Presiden menghendaki pencapresan Prabowo, namun Jokowi sendiri merasa tidak siap berhadap-hadapan dengan Ketum PDIP Megawati, yang berjasa mengusungnya di Pilpres 2014 dan 2019," lanjutnya.
Kendati demikian, Umam menyebut, menuver Relawan Jokowi dan Gibran yang mendukung Prabowo itu tampaknya telah dipersiapkan dengan baik, dan risiko kemarahan PDIP juga telah dikalkulasikan secara matang oleh lingkaran Jokowi. Sehingga sehari sebelum pemanggilan, Gibran sendiri menyatakan siap menerima sanksi dari PDIP.
"Kecenderungan dukungan setengah hati Jokowi pada Capres PDIP Ganjar Pranowo, karena preferensi politiknya lebih kuat pada Prabowo, Hal ini juga diendus oleh salah satu elit tim pemenangan PDIP Adian Napitupulu yang meminta Jokowi selaku presiden untuk bersikap netral agar kekuasaan negara tidak memihak pada salah satu Capres tertentu, khususnya pada Prabowo," Umam menandasi.
Pembatasan Ruang Gerak Gibran
Senada, Pengamat politik dari Universitas Al Azhar Indonesia (UAI), Ujang Komarudin menilai pemanggilan Wali Kota Solo Gibran Rakabuming Raka merupakan bentuk teguran keras PDIP sekaligus menjadi pembatasan ruang gerak Gibran untuk tidak mendukung kubu lain.
"Saya melihat pemanggilan Gibran adalah bentuk teguran keras PDIP dan termasuk ingin membatasi ruang gerak Gibran agar tidak mendukung yang lain dan tegak lurus untuk mendukung Ganjar," kata Ujang kepada Liputan6.com, Selasa (23/5/2025).
Menurut dia, pertemuan Gibran-Prabowo yang berujung pada deklarasi dukungan relawan untuk Prabowo Subianto, dinilai berbahaya dan bisa melemahkan PDIP.
"Begitu Gibran mendukung Prabowo tentu PDIP akan lemah begitu juga Ganjar akan lemah. Karena Solo basis PDIP dan Jawa Tengah basis PDIP. Kalau anak presidennya saja mendukung Prabowo tentu yang lainnya juga akan ikut, ini tentu menjadi berbahaya bagi PDIP sendiri," ujarnya.
Direktur Eksekutif Indonesia Political Review (IPR) ini juga menilai pemanggilan Gibran oleh PDIP kemungkinan tak terlepas dengan Jokowi. Mengingat Gibran sendiri merupakan Anak sekaligus juga salah pintu masuk Jokowi.
"Saya melihat soal Gibran kemungkinan soal Jokowi juga. Jadi sentilan ataupun sindiran PDIP ke Jokowi melalui Gibran itu sangat dimungkinkan," kata dia.
Selain itu, Ujang turut menyoroti soal isu dua kaki Jokowi di Pilpres 2024. Menurutnya, Jokowi rasional jika main dua kaki di Pilpres 2024. Karena mantan gubernur DKI Jakarta itu sedang mencari aman.
"Sehingga Jokowi rasional saja seandainya dukung Ganjar saja nanti Prabowo menang kan susah, makanya kalau dukung dua-duanya kalau Prabowo menang kan aman begitu," ujarnya.
"Jadi dalam konteks apapun relawan-relawan itu rasional saja, termasuk Jokowi rasional saja dalam konteks dukung mendukung," tambahnya.
Terlebih lagi, Prabowo tercatat dalam Musra Relawan Jokowi menempati urutan teratas didukung. Secara elektabilitas juga masih tinggi.
"Jadi hal yang wajar kalau relawan itu banyak yang masuk ke Prabowo. Terkait sikap Jokowi belum menentukan arah dukungannya itu. Dulu ke Ganjar ke depan bisa main dua kaki atau hanya ke Prabowo," jelas Ujang.
Ujang mengatakan, manuver dukung mendukung melalui relawan Jokowi merupakan hal yang wajar karena pendaftaran calon presiden masih lama. Jokowi juga belum terlihat firm mendukung satu calon presiden. Sehingga masih ditunggu-tunggu.
"Dan Jokowi memahami relawan bukan parpol jadi fungsinya membisiki mendorong-dorong parpol untuk mendukung capres tertentu. Saya melihatnya manuver Jokowi melihat situasi dari dukung mendukung itu," jelas Ujang.
Wajar Jokowi Main Dua Kaki?
Wakil Ketua Dewan Pembina Partai Gerindra, Desmond Mahesa turut menanggapi soal pertemuan Ketua Umum Gerindra Prabowo dan Wali Kota Solo Gibran Rakabuming Raka beberapa waktu lalu.
Desmond menilai, wajar apabila Presiden Joko Widodo (Jokowi) bermain dua kaki dengan mendukung dua pihak di Pilpres 2024.
“Ya wajar-wajar saja beliau dua kaki, empat kaki silakan. Ya, tapi jangan dua tiga kaki membuat negara ini jadi rusak, apalagi seolah dengan isyarat kemarin Mas Gibran dengan Pak Prabowo,” kata Desmond di Kompleks Parlemen Senayan, Selasa (23/5/2023).
Meski demikian, Desmond menyatakan pihaknya tidak mau terlalu percaya diri terkait isu Jokowi mendukung Prabowo di Pilpres 2024.
“Gerindra tidak pernah terlalu pede karena selalu dianggap kalah Pak Prabowo, ngapain pede pede, kita ngalir aja lah,” kata Desmon.
Wakil Ketua Komisi III itu mengaku pihaknya sudah terbiasa mendapat harapan palsu. Namun, semua tetap bisa dilewati Gerindra.
“Kalau bicara PHP-PHP itu ya sudah sering kita di-PHP ya. Bukan PHP-nya Pak Jokowi saja, banyak orang mem-PHP Prabowo, tapi semuanya kan lewat,” pungkasnya.
Selain itu, Desmond menyebut pertemuan Gibran-Prabowo beberapa waktu lalu telah membuat PDIP panik alias kebakaran jenggot. Untuk itu ia menilai tak perlu terlalu percaya diri mendapat dukungan dari siapapun.
“Apalagi seolah-olah dengan isyarat kemarin mas Gibran dengan pak Prabowo, kelihatan ada yang merasa kebakaran gitu. Ini yang terjadi kan. Wajar-wajar sajalah melihat politik ini dinamis,” kata dia.
Advertisement
PDIP Tegaskan Jokowi Tak Main Dua Kaki di Pilpres 2024
Adapun, Ketua DPP PDI Perjuangan Said Abdullah menyatakan pihaknya percaya Presiden Joko Widodo (Jokowi) yang juga kader PDIP tetap mendukung Ganjar Pranowo sebagai calon presiden (capres).
Said membantah isu Jokowi bermain dua kaki alias mendukung Ganjar, namun di saat yang sama juga mendukung Prabowo Subianto sebagai capres.
"Saya orang yang hakulyakin bahwa presiden itu tidak pernah memainkan dua kaki. Percayalah. Betapa mahal harganya bagi seorang Jokowi. Terlepas Beliau presiden, hadir saat deklarasi keputusan Ibu Mega mencapreskan Ganjar, itu kan luar biasa," kata Said.
Said mengaku masih percaya pada komitmen Jokowi terhadap PDIP. Menurutnya, Jokowi akan selalu bersama partai banteng moncong putih.
"Bukan (hanya) tetap komit, hakulyakin Bapak Jokowi akan tetap bersama kami," ucap Said yakin.
Sementara itu, Sekretaris Jenderal PDI Perjuangan Hasto Kristiyanto menegaskan pertemuan Wali Kota Solo Gibran Rakabuming Raka dengan Prabowo Subianto tidak ada hubungannya dengan sikap politik Jokowi.
"Tidak, Pak Jokowi kan bertanggung jawab di tingkat nasional sangat banyak. Jadi karena Mas Gibran adalah putra presiden, maka ini mendapat sorotan publik yang luas. Padahal di luar itu, Wali Kota kita juga banyak menerima tamu-tamu, semua diterima dengan baik karena ini menjelang pilpres muncul banyak framing," ujar Hasto.
Hasto menyatakan bahwa Gibran juga telah mengklarifikasi pertemuan dengan Prabowo kepada DPP PDIP. Gibran telah menyampaikan permintaan maaf.
"Tapi terkait dengan berbagai hal yang menimbulkan kontroversi, Mas Gibran kan sudah menyampaikan permintaan maaf secara terbuka," ujar Hasto.
Menurut Hasto, Gibran menerima Prabowo selaku Menteri Pertahanan, bukan memberikan dukungan di pilpres 2024. Kata Hasto, dalam berbagai rekaman, Gibran juga memanggil Prabowo sebagai menteri.
Sebagai tuan rumah, Gibran tidak bisa menolak kehadiran tamu. Bahkan, bakal calon presiden Koalisi Perubahan Anies Baswedan juga dijamu ketika datang ke Solo.
"Sehingga Beliau sebagai tuan rumah kemudian menerima tamu-tamu yang datang," kata Hasto.
Pertemuan Gibran-Prabowo Bukan Manuver Politik
Di sisi lain, Sekretaris Jenderal Gerindra Ahmad Muzani membantah pertemuan Prabowo-Gibran untuk kepentingan politik. Kota Solo, kata Muzani, kebetulan menjadi bagian dari rute perjalanan Prabowo Subianto, sehingga digelar pertemuan makan malam dengan Gibran.
"Tidak, Pak Prabowo ke Solo itu bagian dari rute perjalanan. Beliau dari Pekalongan terus menuju Solo karena besok paginya beliau harus terbang menuju ke Pacitan naik heli. Jarak yang cukup dekat itu adalah Solo. Kemudian Pak Prabowo di Solo, kemudian Mas Gibran datang untuk menemani makan malam," kata Muzani.
Pertemuan Prabowo dengan Gibran juga bukan yang pertama dalam beberapa bulan belakangan. Ketika lebaran, Prabowo silaturahmi dengan Presiden Jokowi yang juga dihadiri Gibran.
Kata Muzani, Gerindra adalah salah satu pengusung pertama Gibran menjadi Wali Kota Solo. Sehingga wajar Prabowo menemui putra Presiden Jokowi itu.
"Saya sendiri juga sudah dua kali lho ketemu dengan Mas Gibran, sebelum Pak Prabowo datang, sebelum Pak Prabowo bertemu. Jadi ini itu bukan sesuatu yang baru. Mas Gibran itu adalah salah satu Wali Kota yang kita usung pertama di Solo. Jadi kami harapannya beliau sukses di Solo supaya masyarakat Solo keadaannya lebih baik dari kepemimpinan Mas Gibran. Saya kira itu harapan semuanya," ujarnya.
Lebih lanjut, Muzani tidak ingin mencampuri urusan pemanggilan Gibran oleh PDIP. Gerindra tidak ingin ikut campur urusan internal partai lain.
"Ya kita menghormati mekanisme yang berlangsung dalam setiap parpol dan kita tidak mencampuri untuk urusan rumah tangga partai lain. Dan saya kira kita sudah menyaksikan berbagai macam sisi dan Mas Gibran juga sudah memenuhi undangan dari DPP PDIP," ujar Muzani.
Advertisement